Jangan Kau Rusak Penampilanmu Dengan Sebutir Sampah

Waktu liburan merupakan waktu istimewa untuk mengajak anak-anak keliling mencari udara segar. Selain mencari sarapan pagi, juga ngobrol bebas tanpa batas di luar kamar dan rumah. Serunya jalan sama anak-anak pokok bahasan sangat bebas lepas, semua ditanyakan.

Mulai dari semut sampai dengan "pacaran" ditanyakan. Itu lah anak-anak yang ingin belajar banyak dari orang tuanya dan lingkungan yang ia lihat. Waktu pun terasa singkat sampai tempat tujuan sarapan. Sarapan rutin saat liburan gak jauh-jauh dari nasi kuning atau lontong kari.

Empat piring nasi kuning tersaji, 2 porsi saya dan istri beberapa menit saja sudah siap disantap. Lain halnya dengan anak-anak, makan dengan gaya (versi anak-anak) belepotan dan lama. Waktu yang dihabiskan oleh mereka tidak kurang dari 30 menit untuk menyelesaikan sarapannya.

Ilustrasi membuang sampah
Itu lah seni melihat mereka belajar makan mandiri. Kalo waktu lagi mepet kadang-kadang sesekali kepikiran..."lama banget...belepotan, muncrat kemana-mana, tumpah"...itu lah ego dan otak kadal melihat mereka yang harus digembok rapat-rapat. 

--------

Ngeeenng...perjalanan dilanjutkan, biasanya ke lapangan bola atau hanya keliling-keliling kota aja. Perjalanan tidak selamanya mulus kadang terjebak di tengah-tengah kemacetan. Untuk menghibur diri dan mereka, obrolan seru pun makin ditingkatkan.

Lampu hijau pun mulai menyala, kendaraan mulai jalan. Tiba-tiba kendaraan mewah produksi Eropa melaju dengan kencang menembus lampu hijau. Suaranya nyaris tidak terdengar namun dari balik kaca mobilnya keluarlah beberapa tissue dan cangkang buah jeruk. 

Kami yang berada di sebelahnya beruntung tidak terkena oleh sampah yang dikeluarkan oleh mobil mewah tersebut. Mungkin hal sebaliknya bagi mereka yang berada di belakangnya, mungkin saja tissue itu menempel di muka pemotor atau cangkang jeruk kena mobil yang ada di belakangnya.

Rasa kesel saya sengaja disembunyikan dalam-dalam, muka dibuat biasa aja, tatapan lurus kedepan. Kamuplase tersebut bertujuan tidak ingin ketahuan sama anak-anak ada kekesalan dengan masalah sampah dan etika di jalan. 

Sejenak perjalanan hening, tiba-tiba anak kedua saya bilang. "Kok mobil ganteng itu buang sampah sembarangan Yah!". Yah terlihat juga sama mereka, kamuplase untuk tidak bereaksi dengan masalah buang sampah ini terbongkar. 

Mengapa harus pura-pura? Ibunya dan saya sendiri selalu mewanti-wanti mereka untuk menjaga kebersihan, jangan buang sampah sembarangan, jangan makan belepotan, jangan jorok, jangan...jangan...banyak dech, sampai harus berantem + pidato ala-ala para politikus. 

Kondisi ini lah dapat dijadikan alasan mereka untuk menjawab aturan yang selama ini ditegakan. "Mengapa Ayah dan Bunda melarang, sedangkan orang lain melakukan!". Ini lah PR (Pekerjaan Rumah) yang harus di jawab dengan bijak versi mereka.

Kita bantu meringankan Petugas Kebersihan Sampah
---------

Ada cerita yang dapat kita ambil hikmahnya, "seorang turis asal Indonesia sedang mengunjungi Jerman. Saat ia melintasi jalan, ia dihadapkan dengan rambu-rambu penyebrangan. Ia tidak sendiri di sampingnya ada seorang Ibu beserta anaknya yang berusia sekitar 6 tahun.

Lampu rambu penyebrangan masih menyala merah, menandakan larangan untuk menyebrang. Entah kebiasaan atau terburu-buru orang Indonesia tersebut tengok kanan-kiri karena kosong, akhirnya ia menyebrang.

Beberapa saat lampu penyebranganpun menyala hijau, ibu beserta anaknya pun lekas menyebrang. Ibu itu pun memanggil turis Indonesia yang masih berada di lokasi penyebrangan. Ibu itu pun menegur turis Indonesia "Jangan memberi contoh buruk kepada anaknya, ia sudah bertahun-tahun mendidik anaknya untuk bisa disiplin dan menghargai proses, melihat tindakan tidak terpuji kemungkinan didikan yang sekian lama ia tanamkan akan menjadi sia-sia".

---------

Banyak orang Indonesia yang disiplin, banyak yang taat aturan, banyak yang peduli dengan lingkungan, banyak yang memiliki akhlak baik. Fenomena yang terlihat di sekeliling kita itu hanya dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Mengapa hal tersebut masih kita rasakan di Indonesia tercinta ini? Hal tersebut tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal yang masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi kita warga Indonesia.

1. Faktor Internal
Pertama adalah bawaan, hal ini terkait dengan gen yang dibawa sejak lahir dan pola asuh. Seorang yang dilahirkan dengan gizi baik, pola asuh yang baik, teladan yang baik ---- kemungkinan besar akan menghasilkan generasi yang baik. Hal sebaliknya mungkin saja terjadi, namun akan dirubah oleh proses belajar melalui pendidikan dan pengalaman seseorang selama hidupnya.

Kedua adalah pola pikir, sesorang yang telah melewati proses belajar sehingga mencapai kedewasaan tertentu, mereka akan terbuka mengenai hal-hal bijaksana termasuk masalah kedisiplinan tersebut. Tanpa harus diajari, mereka akan mencari bahkan menjadi pendobrak budaya yang sekian lama terbentuk.

Ketiga pengalaman, seseorang yang memasuki lingkungan pekerjaan atau organisasi tertentu yang memiliki tingkat kedisiplinan tinggi secara otomatis akan membentuk budaya baru dalam kehidupannya.


2. Faktor Eksternal
Pertama adalah teladan, orang tua merupakan figur teladan yang paling pertama anak dapatkan dalam kehidupannya. Sesuai perkembangan usia ia akan mendapatkan pengaruh dari teman, guru, dosen, teman kerja, atau keluarga. Jika teladan yang ia dapatkan sangat baik, maka anak memberikan warna baik, hal sebaliknya bisa terjadi.

Kedua adalah aturan / regulasi yaitu norma-norma yang mengatur kedisiplinan seseorang. Norma yang paling nyata pengaruhnya adalah Norma Hukum. Semakin ketet hukum yang berlaku di lingkungan masyarakat atau negara maka akan semakin tegak kedisiplinan tersebut.

------

Contoh, orang Indonesia yang kurang disiplin di Indonesia bisa dengan mudah membuang sampah di mana aja. Saat orang tersebut ke Singapura ---- sudah dapat dipastikan apabila ia membuang sampah sembarangan kalau tidak mendapat penalti, bisa-bisa mendekam di penjara. Sampai saat ini orang Indonesia yang wisata ke Singapura, mereka disiplin mengikuti aturan yang berlaku.

------

Ketiga adalah nasihat orang lain, jika budaya saling mengingatkan antar anggota masyarakat sudah terbentuk maka hal-hal pelanggaran kedisiplinan di lingkungannya tersebut akan menjadi tanggung jawab bersama. Satu dan yang lain akan saling mengingatkan betapa pentingnya menjaga kedisiplinan (khususnya membuang sampah sembarangan).

------

Kembali kepada pokok bahasan di atas, masalah buang sampah sembarangan masih menjadi PR bagi kita yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu di jalan, tempat hiburan, tempat wisata, ruang terbuka, dan lain-lain.

Kadang lucu juga ketika ada himbauan "Jagalan kebersihan, buanglah sampah pada tempatnya!", tapi tidak ada tempat sampah di sekitar tulisan tersebut?. Positif saja mungkin tempat sampah sedang dipindahkan, atau memang ada tangan-tangan jahil yang sengaja mengambil tempat sampah plastik sebagai "sumber kehidupan".

Kalau bukan oleh kita, kalau tidak dimulai dari diri kita, anak-anak kita, lingkungan kita, masalah ini sama siapa lagi? Mau kita serahkan kepada petugas kebersihan yang jumlahnya terbatas? ---- kemudian kita mengomentarinya "mereka kerja kagak becus, bla...bla...bla...". Haha...haha...tangan kita yang menyebar sampah sembarangan, menunjuk hidung orang lain.

Sekalipun mobil + motor ganteng (mewah), jabatannya mentereng, berpenampilan ganteng / cantik, terlihat sosialita, banyak duitnya...kalau masih buang sampah sembarangan, rontok semuanya image yang ia tampilkan oleh perilaku tidak terpuji tersebut.

------

"Agama tanpa ilmu akan pincang, ilmu tanpa agama akan buta" ~ Albert Einstein.